Title: UNCONDITIONAL LOVE
Author: saya sendiri dongs...
Main cast: No Minwoo, Kim Donghyun
Genre: sekali lagi, yaoi romance gaje
Rating: remaja menjelang dewasa (?)
Assalmualaikum Wr. Wb. Jamaah, oh jamaah, alhamdu…lillah yah~
Ini
FF saya yg kesekian, dan sekali lagi saya ambil tema yaoi dan romance,
entah karena otak saya yang ga bener gr2 somplak ato karena kebanyakan
nnton film roman ato DongWoonya aja yang terlalu mesra? Entahlah, sekian
lama berpikir jawabannya kagak ketemu2 juga = =. Jadi, intinya, yang
mau baca silahkan, yang ga mau jg gpp, remove aja tagnya.
PERINGATAN:
siapakan obat anti mabuk ketika membaca karena saya yakin anda akan
mengalami pusing, mual dan rasa enek yang berlebihan. So daripada
kelamaan gr2 author keanyakan nyrocos, chek this one!!!
Minwoo POV
“Ehm, segar sekali udara di sini. Rasanya aku tidak mau beranjak dari tempat ini.”
Sebuah
pohon sakura kecil yang tengah bersemi di tepi danau. Tempat yang
sangat indah dan menenangkan. Aku menyandarkan tubuh kecilku di pohon
itu. Ketika itu hari sudah terlalu sore.
Kudengar
ada orang datang. Entahlah, aku hanya ingin menenggelamkan diriku dalam
lamunanku. Namun karena langkah kaki itu terdengar semakin dekat, aku
menoleh ke belakang, asal suara2 itu.
“Tidak ada siapa2.” Aku melanjutkan lamunanku. Dan tanpa sadar aku pun terlelap bersandar di pohon sakura ini.
Donghyun POV
Aku
berjalan menuju tepi danau. Aku melihat sebuah pohon sakura. Aku
memutuskan melangkahkan kakiku ke pohon itu. Kuambil sebuah kerikil dan
kulempar kea rah danau.
“Aaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrggggggghhhhhhhhhhh…..”
aku berteriak sekencang2nya. Aku ingin meluapkan emosi selama ini.
Tanpa sadar, dari mataku meleleh cairan yang mengalir pelan dipipiku.
“Bora, tahukah kau. Aku begitu membutuhkanmu saat ini. Kenapa secepat ini?”
Air mata yang sebelumnya mengalir pelan, kini berubah menjadi tangis. Sesak yang di dadaku begitu terasa menyakitkan
“Aku merindukanmu, Bora. Apa kau mendengarku?”
“Mmmmhhhh…”
ada suara? Suara manusia. Aku menghapus air mataku. Ketika aku
berbalik, kudapati seorang namja bertubuh mungil sedang menguap dan
mengusap2 matanya. Apa dia mendengarku tadi?
“Kau menguping?” kata2ku terdengar marah saat ini.
“Ah,
eh, mi..mianhaeyo. aku tidak tahu apa2, sejak tadi aku tertidur di
sini.” Wajah anak itu ketakutan. Dia menunduk dan tangannya melingkarkan
jari2nya. Mungkin aku terlalu berlebihan.
“Sudahlah, sedang apa kau disini?” aku ikut duduk di sampingnya. Ternyata danau ini sangat nyaman. Tenang.
“Setiap
hari aku kesini. Kalau suasana hatiku buruk, aku akan berteriak
sekencangnya dan meluapkan segalanya. Ah, setelah itu perasaanku lega.
Sepertinya kau juga harus melakukan itu…”
“Diam. Kau cerewet sekali.”
“Mianhaeyo.”
“Aku sudah melakukannya. Setidaknya perasaanku sedikit lebih ringan.” Harus kuakui, perasaanku lebih lega sekarang.
Aku menyandarkan punggungku di pohon sakura itu. Sejuk sekali.
“Ah, boleh kupanggil kau Hyung? Sepertinya kau lebih tua dariku.”
“Terserah kau saja. Kau memang seperti anak kecil.”
“Ah, siapa nama Hyung?”
“Kim Donghyun. Kenapa kau mau tahu namaku.”
“Aniyo~, hanya ingin tahu saja. Aku Kim Minwoo. Senang bertemu denganmu Hyung.”
“Hm…” aku mencoba memejamkan mataku. Anak yang bernama Minwoo itu terdiam. Kecerewetannya lenyap. Baguslah.
“Hyung… Hyung lelah?”
“Lebih
dari sekedar lelah. Karena dia sudah tidak ada di sini.” Ah, kenapa
aku ini? Minwoo bukan siapa2, tapi kenapa aku berbicara padanya seolah
dia telah lama kukenal. Sudahlah.
“Dia? Siapa dia Hyung?”
“Dia
kekasihku, Yoon Bora. Aku sangat mencintainya. Sampai akhirnya kini dia
pergi meninggalkanku.” aku membuka mata dan tak lagi bersandar di
pohon. Kini mataku meberawang jauh kearah danau.
“Ah, mianhaeyo Hyung. Aku tidak bermaksud…”
“Tak apa… hanya saja aku merindukannya.”
Minwoo POV
“Dia
kekasihku, Yoon Bora. Aku sangat mencintainya. Sampai akhirnya kini dia
pergi meninggalkanku.” wajah Donghyun Hyung terlihat begitu sedih. Kini
pandangannya kosong dan menerawang jauh. Aku merasa bersalah.
“Ah, mianhaeyo Hyung. Aku tidak bermaksud…”
“Tak apa… hanya saja aku merindukannya.”
Entah
kenapa. Aku ingin sekali menghiburnya. Perasaanku terasa sakit ketika
melihatnya seperti itu. Ya, meskipun kami baru bertemu, aku merasa
sangat dekat dengannya
“Hyung menangis?”
Donghyun
Hyung tidak mebalas pertanyaanku. Tapi aku tahu, perasaanya sedang
terkoyak. Aku ingin menguatkannya. Sesaat kemudian aku melihat setitik
air keluar dari kelopak matanya.
“Hyung…” aku
memegang pundaknya. Kini dia tertunduk. Aku beralih ke hadapannya. Entah
yang kulakukan ini benar atau tidak. Aku hanya tidak ingin dia
bersedih.
“Hyung, menangislah.” Kurengkuh
tubuhnya yang kekar kedalam dekapan kecilku. Aku hanya berharap itu
cukup menguatkannya saat ini.
Donghyun POV
Perasaanku semakin sakit mengingat. Hatiku berkecamuk hebat. Aku tak kuat lagi
“Hyung…” Minwoo memegang pundakku. Aku hanya tertunduk ketika air mataku kembali mengalir. Tiba2 saja Minwoo berada dihadapanku.
“Hyung,
menangislah.” Lalu tubuh kecilnya mendekapku. Saat itu aku hanya
merasa, tubuh kecil inilah tempatku bersandar. Aku menangis. Aku tak
peduli malu atau apapun. Hanya ingin meluapkan perasaanku saja di
pelukan Minwoo.
Satu menit, dua menit, tiga menit
aku menangis. Tapi sedikitpun Minwoo melonggarkan dekapan tubuhnya. Aku
merasa lebih baik sekarang kulepas pelukannya.
“Maaf…”
“Gwaencahana Hyung. Perasaanmu sudah membaik?”
“Aku rasa begitu. Terima kasih Minwoo.”
“Tidak
perlu Hyung. Kalau perasaanmu sedang tak enak, kau bisa datang padaku.
Aku akan selalu menghibur dan menguatkanmu.” Terkembang senyum kecil di
wajahnya. Deg… jantungku serasa berhenti berdetak.
“Hyung…
kau kenapa? Kau baik2 saja kan?” dia memegang wajahku yang terlalu
terpaku menatap wajah dan senyum mungilnya. Aku menepis tangannya dan
kini menggenggamnya.
“Minwoo… kau…” aku
mendekatkan wajahku ke wajahnya. Namun samar2 dibelakangnya aku melihat
sosok Bora tersenyum padaku. Bora. Aku tidak tahu apa yang akan aku
lakukan. Namun aku mendengar seolah2 Bora berkata “Lakukanlah Donghyun, jika membuatmu lebih baik.” Semakin lama, beyangan Bora menghilang dari pandanganku
Aku
hanya tersenyum simpul. Kualihkan pandanganku pada tatapan polos
Minwoo. Aku merasa dia malaikatku saat ini. 5 cm, 3 cm, semakin dekat
wajahku ke wajahnya. Ketika bibir kami bersentuhan Minwoo tidak menolak.
Kami menikmatinya.
1 menit, 2 menit semakin lama
bibir kami tidak hanya bersentuhan namun kini saling melumat. Semakin
dalam. Kuhabisi bibir mungil Minwoo yang saaat ini benar2 menggodaku.
Dia bukan hanya diam, tapi ikut membalas. Sampai akhirnya nafas kami tak
kuasa lagi berhembus, kuhentikan adegan itu. Kupalingkan wajahku.
“Hyung… kau..” Minwoo mengarakan tatapannya yang menyelidik.
“Mianhae Minwoo, aku hanya terbawa emosi. Lupakan kejadian tadi.”
“Tidak bisa begitu, Hyung. Kau sudah…”
“Lupakan saja!” Aku memotong pembicaraanya dan membentaknya. Kenapa denganku. Kenapa aku harus membentaknya.
“Aku pergi.” Tiba2 Minwoo berdiri dan berlari pergi meninggalkanku. aku mengejarnya.
“Minwoo, cakkaman. Tunggu dulu. Aku tidak bermaksud begitu.”
“Kau ingin aku melupakannya kan? Baiklah, akan kulupakan.”
“Dengarkan aku dulu.” Aku berhasil meraih tangannya. Kuhadapkan padaku tubuh mungilnya dengan paksa.
“Lepaskan Hyung.”
“Dengarkan aku dulu.”
“Apalagi?
Kau mau bilang kalau kau menciumku karena emosi? Karena kau
menganggapku kekasihmu yang sudah pergi itu hah? Atau karena kau mau
mempermainkanku?”
“Tidak. Aku melakukannya karena
keinginanku. Aku memang menginginkannya. Aku hanya…entah kenapa mulai
saat itu aku benar2 merasa membutuhkanmu, Minwoo.”
Minwoo hanya tertunduk lesu. Dia diam setelah mendengar pengakuanku. Aku memegang kedua pipinya dan mendongakkan wajahnya.
“Minwoo, kau benar2 membenciku?”
“Ah, eh…” Minwoo hanya memalingkan wajahnya yang kini terlihat sangat manis bagiku. Pipinya bersemu merah.
“Minwoo, jangan memalingkan wajahmu. Lihat aku. Apa kau benar membenciku karena kejadian tadi?”
“A…ani Hyung. Aku… aku…”
“Katakan Minwoo.”
“Aku
menyukainya Hyung.” Kini kuperdalam tatapanku padanya. Kulihat pipinya
bersemu merah. Aegyo sekali. Kucubit hidungnya yang besar dan mancung
itu.
“Akupun begitu, Minwoo.” Aku memberikan
senyumanku padanya. Dia pun ikut menyembulkan senyum dari bibirnya. Ah,
rasanya ingin kulumat lagi bibir itu. Donghyun, sadarlah. Otakmu sudah
tidak waras sepertinya.
“Ah, tapi Hyung. Kau tahu kita baru bertemu kan?”
“Lalu?”
“Kau bilang kau menyukainya. Sedangkan kita baru kenal.”
“Apa kau tidak suka?”
“Ani, aku menyukai Hyung, aku nyaman bersamamu, meskipun kita baru bertemu beberapa saat lalu.”
“Lalu kau masih keberatan? Aku juga ingin bersamamu dan aku merasa perasaanku lebih baik jika bersamamu. Kau masih ragu?”
“Tidak, tapi orang lain akan menganggap kita …”
“Aku tidak peduli. Ini hidupku.”
“Baiklah Hyung.” Ah anak ini, senyumnya membuatku akan berhenti bernafas,
“Sudahlah, kajja kita pergi. Ku antar kau pulang.”
Aku
menggenggam tangannya dan menariknya menuju mobil. Sepanjang perjalanan
kami hanya diam saja. Kusetir mobilku hanya dengan satu tangan,
tanganku yang lain menggenggam tangan mungil seseorang yang saat ini
malaikat bagiku. Sampai di depan rumahnya. Terlihat sepi.
“Hyung, ayo masuk.” Minwoo menarik tanganku dan keluar dari mobil.
“Tidak, aku mengantarmu sampai gerbang sini saja. Nanti keluargamu…”
“Aku tinggal sendiri kok. Ayo masuk.” Dia nekad menarik tanganku. Tapi aku menahannya.
“Besok
kita masih bisa ketemu lagi. sekarang kau masuklah, udara mulai
dingin.” Aku mengecup keningnya dan kembali ke mobil. Namun ketika
kubuka pintu mobilku, terasa hangat di punggungku. Tubuh Minwoo sudah
merangkuh erat dari belakang. Anak ini.
“Hyung, kajima. Temani aku malam ini saja. Aku ingin bersamamu.”
“Minwoo, aku harus…”
“Tidak mau, jebal Hyung.” Dia semakin mengeratkan pelukannya. Sepertinya pertahananku roboh karena sikap manjanya.
“Baiklah, kajja. Kita masuk kedalam.”
Minwoo
menuntunku masuk ke dalam rumahnya. Dia membuatkanku secamgkir
cappuccino hangat. Udara memang dingin. Api unggun dinyalakan, dan kami
duduk didepannya agar terasa hangat.
“Hyung tidak kedinginan? Ini selimut.” Dia menyodorkan selimut yang dari tadi dipakainya.
“Kau saja yang pakai. Tubuhmu kecil, jadi gampang terserang dingin.” Kupakaikan selimut itu ketubuhnya.
“Kalau begitu kita pakai berdua.”
“Baiklah
kalau begitu.” Aku menuruti katanya. Kami berdua diselubungi satu
selimut. Ketika bersentuhan dengannya, kurasakan kulitnya begitu dingin.
“Minwoo, kau dingin sekali.” Spontan aku mendekap tubuh kecilnya. Kupeluk tubuhnya dari belakang.
“Donghyun Hyung, gomapta.”
Aku semakin mengeratkan pelukanku. Entah kenapa aku begitu merasa nyaman dengannya dan sangat menyayanginya.
“Hyung, aku menyayangimu.”
“Aku
tahu itu.” Kami menikmati malam itu dengan kesunyian. Tanpa pembicaraan
lain lagi. Minwoo terlelap dipelukanku. Kuelus rambutnya lalu kukecup
puncak kepalanya. Setelah itu pun, kesadaraanku tenggelam dalam mimpi
bersama malaikat kecil yang tengah kudekap.
END
NB: Bagaimana? Beneran mual? Hahaha…mianhada kalo notenya cuman menuh2in notif. Boleh dibuang kok. Hohoho…
Kalo jelek, saya kapok bikin yaoi, gag cocok buat saya genrenya, hahaha...
Sekian dari saya, jamaah oh jamaah alhamdu…lillah yah~
Wassalam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar